Selasa, Agustus 09, 2011

SEJARAH BAGIAN VIII

SEJARAH PENERIMAAN WAHYU WEWARAH SAPTA DARMA

DAN PERJALANAN PANUNTUN AGUNG SRI GUTAMA

(BAGIAN VIII – BAB II)

  
DIKELUARKAN OLEH
SEKRETARIAT TUNTUNAN AGUNG
KEROKHANIAN SAPTA DARMA

UNIT PENERBITAN
Sanggar Candi Sapta Rengga - Surokarsan MG.II/472 Yogyakarta 55151
Telepon/Fax : (0274) 375337  -  Email : saptadarma@yahoo.com



Mukjizat dan kewaspadaan dari Allah Hyang Maha Kuasa yang diterima Panuntun Agung Sri Gutama dan diajarkan kepada segenap Warga Sapta Darma, dalam kenyataannya adalah sebagai berikut :
1) Mukjizat dari Allah Hyang Maha Kuasa dapat menyembuhkan penyakit apapun dengan Sabda Waras, atau disebut penyembuhan di jalan Tuhan.
2) Kewaspadaan dapat dicapai dengan ening (samadi : Jawa ) untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk langsung dari Allah Hyang Maha Kuasa.
Sebagai peristiwa terakhir yang langsung disaksikan oleh lebih banyak warga saat sarasehan yang pertama diselenggarakan, pada tanggal 17 Agustus 1956 Bapa Panuntun Agung Sri Gutama mengundang warga berkumpul di sanggar / rumah beliau dalam rangka membahas tugas Bapa Panuntun Agung yang sangat mendesak dan harus segera dilaksanakan. 
Pada saat Bapa Panuntun Agung menceritakan tentang penerimaan wahyu tugas penyebaran Ajaran Agama Sapta Darma mulai dari awal sampai dengan akhir selama kurun waktu awal tahun 1956 sampai dengan saat itu, tiba-tiba beliau berjungkir dengan kaki di atas, kepala di bawah seraya bersabdalah beliau dengan suara yang keras :
“SRI GUTAMA HARUS MENYEBARLUASKAN AJARAN AGAMA  SAPTA DARMA, KALAU TIDAK MAU, AKAN KUHUKUM BERAT, KUGANTUNG DENGAN KAKI DI ATAS, KEPALA DI BAWAH SEPERTI KEADAAN INI”
Setelah mengucapkan sabda tersebut, lalu kembali seperti semula, kemudian dilanjutkan sujud bersama dengan para warga. Selesai sujud Bapa Panuntun Agung Sri Gutama menjelaskan bahwa perintah Allah Hyang Maha Kuasa untuk menyebarluaskan Ajaran Agama Sapta Darma tidak dapat lagi ditunda-tunda. Kemudian beliau memerintahkan kepada semua warga yang hadir saat itu agar besok pagi tanggal 18 Agustus 1956, berkumpul kembali di sanggar ini guna mengadakan persiapan dan pemberangkatan bersama-sama.
Demikianlah tugas Bapa Panuntun Agung Sri Gutama selengkapnya yang wahyunya diterima pada tanggal 17 Agustus 1956 dan disaksikan oleh sebagian warga, kemudian pada tanggal 18 Agustus 1956 terus dilaksanakan secara bersama-sama meninggalkan kota Pare, Kediri menuju ke Jawa Tengah.
2.3. MASA PENYEBARAN
2.3.1. PENYEBARAN 
2.3.1.1. ARTI PENYEBARAN
Arti penyebaran ialah penyampaian Ajaran Agama Sapta Darma, sebagai ajaran budi luhur yang diterima oleh Bapa Panuntun Agung Sri Gutama  dari Allah Hyang Maha Kuasa kepada umat manusia di dunia yang memerlukan pepadang / sinarNya.


2.3.1.2.  TUJUAN PENYEBARAN
Bapa Panuntun  Agung Sri Gutama sebagai pengemban tugas dari Hyang Maha Kuasa telah bersedia menyebarluaskan Ajaran Agama Sapta Darma, yang bertujuan untuk menuntun umat manusia, agar mereka berkemampuan untuk bangkit dan keluar dari penderitaan serta kegelapan yang membelengggu kehidupan lahir batinnya. Dimana keadaan tersebut saat ini sedang melanda sebagian besar umat manusia di muka bumi ini. Dan tidak terkecuali Bangsa Indonesia yang telah lama menderita kemerosotan moral, juga semakin parah, sehingga sebagian besar telah kehilangan pula sifat-sifat kemanusiaannya, kondisi tersebut telah melampaui batas-batas keseimbangannya.
Oleh karena itu, Hyang Maha Kuasa menurunkan wahyu alam pepadang jagad agar mereka yang sedang dalam kegelapan, dapat segera menerima cahaya pepadang, sebagai sarana untuk mengenal diri pribadinya, yang sekaligus sebagai tahap untuk mengenal Allah Hyang Maha Kuasa, serta sadar dan setia tuhu melaksanakan hukum-hukumNya. Hal ini demi terwujudnya keseimbangan dan kelestarian pertumbuhan dan perkembangan peradaban umat manusia demi menjamin kemuliaan dan keluhuran pribadi manusia.

2.3.1.3.  CARA PENYEBARAN
Dalam menunaikan tugas menyebarluaskan Ajaran Agama Sapta Darma, Bapa Panuntun Agung Sri Gutama menggunakan beberapa cara menurut situasi, kondisi setempat dengan cara selaras dan serasi sesuai budaya pribadi Bangsa Indonesia, dengan semboyan “RAWE-RAWE RANTAS MALANG-MALANG PUTUNG” antara lain :
1) Melaksanakan tugas peruwatan di tempat-tempat keramat secara terbuka, warga masyarakat secara langsung dapat mengetahui.
2) Melalui sarasehan-sarasehan, ceramah-ceramah yang terus menerus dilakukan di seluruh pelosok Tanah Air Indonesia.
3) Dengan jalan Sabda Usada, yaitu penyembuhan di jalan Tuhan, memberikan pertolongan kepada orang-orang yang menderita atau dalam kegelapan setelah mereka sembuh dari penderitaan / kegelapan, lalu sebagian mengikuti jejak dan perjalanan Bapa Panuntun Agung Sri Gutama, menghayati  dan melaksanakan Ajaran Agama Sapta Darma.
Dalam usaha mengembangkan Ajaran Agama Sapta Darma banyak sekali rintangan-rintangan, penderitaan-penderitaan, ejekan-ejekan, cemoohan-cemooh-an, pengorbanan-pengorbanan perasaan yang dialami Bapa Panuntun Agung Sri Gutama beserta warga pengikutnya. Namun semua itu diterima dengan penuh ketenangan dan kesabaran serta kegembiraan. Hanya berkat ketabahan itulah akhirnya Hyang Maha Kuasa mengizinkan Ajaran Agama Sapta Darma berkembang dengan subur dan cepat. Pesan dari Bapa Panuntun Agung Sri Gutama kepada warga maupun tuntunan, meski banyak rintangan agar dihadapi dengan penuh ketenangan dan kesabaran, sebab  rintangan itu semuanya adalah pupuk, serta menguji ketabahan, kesadaran dan keyakinan kita. Tanpa rintangan-rintangan tak akan bisa  mencapai Satria Utama yang berbudi luhur.
Kesadaran, kesabaran dan keikhlasan adalah modal utama dalam tugas penyebaran yang harus dimiliki oleh para warga dengan tidak melupakan ajaran warisan nenek moyang Bangsa Indonesia seperti yang tersirat di dalam tembang mijil yang berbunyi sebagai berikut :
Dedalane guna lawan sekti.
Kudu andhap asor.
Wani ngalah luhur wekasane.
Tumungkula yen dipun dukani.
Bapang den simpangi.
Ana catur mungkur.
Terjemahan Bahasa Indonesia :
Caranya mendapatkan kepandaian dan kesaktian.
Harus selalu rendah hati dan sopan santun.
Berani mengalah luhur dikemudian hari.
Menunduklah apabila dimarahi / diperingatkan.
Segala rintangan  dihindari.
Bila ada celaan tidak perlu diperhatikan.

2.3.1.4.  SASARAN PENYEBARAN
Ajaran Agama Sapta Darma diterima oleh Bapa Panuntun Agung Sri Gutama di Bumi Nusantara setelah tujuh tahun merdeka seperti seorang anak yang berumur tujuh tahun sudah waktunya wajib belajar yang telah mampu untuk menerima pelajaran. Demikian juga halnya Bangsa Indonesia yang telah mengalami kemerdekaan tujuh tahun maka diperkuat dengan diberkati dan dirahmati oleh Allah Hyang Maha Kuasa berupa Wahyu Ajaran Agama Sapta Darma.
“Wahyu Ajaran Agama Sapta Darma adalah wahyu mekanis, artinya begitu wahyu diterima otomatis harus dilaksanakan, tidak boleh ditunda-tunda”.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang mempunyai sejarah tersendiri yang pernah mengalami pukulan keemasan. Dengan masuknya bangsa asing beserta budayanya yang bertentangan dengan kepribadian Bangsa Indonesia menyebabkan kemerosotan moral dan mental.
Dalam masa pembangunan Bangsa Indonesia, khususnya pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, inilah sasaran utama penyebaran Ajaran Agama Sapta Darma yang dikehendaki oleh Allah Hyang Maha Kuasa, supaya dapat terwujud wasiat kata-kata dari nenek moyang kita yang berbunyi “JAWA JAWI BALI MENYANG JAWANE”, yang artinya semula manusia Indonesia adalah manusia yang mengerti (jawa) yang luhur budinya, merdeka hidupnya, tiada dijajah. Maka dengan memahami, menghayati dan mendarmakan Ajaran Agama Sapta Darma diharapkan Bangsa Indonesia kembali menjadi manusia yang bebas merdeka baik jasmani maupun rohaninya, luhur budi pakartinya, bahagia hidupnya lahir dan batin. Dengan Ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa yang wahyunya diturunkan di Bumi Nusantara yakni Ajaran Agama Sapta Darma, manusia akan dapat membuktikan wasiat kata-kata dari nenek moyang yang berbunyi “JAWA JAWI MANGERTI MATA SAWIJI”. Maksudnya apabila manusia Indonesia (jawa) telah kembali menjadi manusia Indonesia yang mengerti (jawa) dan akan dapat menggunakan mata satu (mata sawiji : Jawa) yang tidak rusak, yaitu alat kewaspadaan pribadi (kawaskithan : Jawa) untuk dapat mengetahui sesuatu yang telah terjadi dan yang akan terjadi.
Ajaran Agama Sapta Darma adalah salah satu Ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sarana pembangunan mental spiritual, dalam ikut serta membentuk manusia yang berbudi luhur guna mewujudkan perdamaian dunia yang sangat didambakan oleh seluruh umat manusia.

2.3.1.5.  DATA PENYEBARAN

Untuk melengkapi data penyebaran, maka disampaikan kutipan sebagian data perjalanan Bapa Panuntun Agung Sri Gutama dengan rombongan, dalam rangka tugas penyebaran Ajaran Agama Sapta Darma. Data peruwatan dan penyebaran berjalan bersamaan / beriringan karena dalam penyebaran selalu didahului dengan peruwatan-peruwatan. Data sebagai berikut :


N A M A  K O T A
TANGGAL

N A M A  K O T A
TANGGAL
PERJALANAN

PERJALANAN
Tahun 1956


Tahun 1957


Kutoarjo
10-12-1956

Probolinggo
25-09-1957
Yogyakarta
15-12-1956

Banyuwangi
26-09-1957
Blitar
21-12-1956

Wonosobo
01-11-1957
Kediri
27-12-1956

Kediri
27-12-1957
Tahun 1957


Tahun 1958

Malang
08-01-1957

Surabaya
22-01-1958
Magetan
04-02-1957

Mojokerto
23-01-1958
Randublatung
15-02-1957

Magetan
04-02-1958
Surabaya
16-02-1957

Jakarta
28-02-1958
Sidoarjo
16-02-1957

Ciamis
12-03-1958
Gresik
17-02-1957

Purworejo
12-04-1958
Lumajang
23-02-1957

Makasar
29-04-1958
Denpasar
  01-03-1957

Kebumen
13-05-1958
Banyuwangi
13-03-1957

Cepu
24-05-1958
Probolinggo
17-03-1957

Surabaya
11-06-1958
Jember
20-03-1957

Bojonegoro
15-06-1958
Kertosono / Nganjuk
28-03-1957

Blitar
23-06-1958
Cirebon
30-03-1957

Cirebon
30-06-1958
Jakarta
01-04-1957

Malang
27-07-1958
Cilacap
12-04-1957

Ungaran
24-08-1958
Madiun
Tulungagung
22-04-1957
28-04-1957

Jakarta
Serang
03-12-1958
04-12-1958

Trenggalek
29-04-1957

Rangkasbitung
05-12-1958
Jember
01-05-1957

Banjarnegara
12-12-1958
Surabaya
01-05-1957

Sumedang
13-12-1958
Surabaya
09-05-1957

Bogor
14-12-1958
Banyuwangi
11-05-1957

Tahun 1959

Kebumen
13-05-1957

Cirebon
29-01-1959
Kutoarjo
14-05-1957

Kuningan
30-01-1959
Cepu
24-05-1957

Semarang
31-01-1959
Purwokerto
06-06-1957

Tulungagung
12-02-1959
Bojonegoro
16-06-1957

Magelang
21-02-1959
Sleman
18-06-1957

Banyumas
01-03-1959
Bantul
22-06-1957

Malang
10-03-1959
Semarang
23-06-1957

Kediri
29-03-1959
Klaten
08-07-1957

Jember
04-04-1959
Kroya
08-09-1957

Surabaya
11-04-1959
Banyuwangi
Jember
13-09-1957
15-09-1957

Mataram  (Lombok)
Ende  (Flores)
21-04-1959
22-04-1959
04-05-1959

Malang
20-09-1957

Surabaya



N A M A  K O T A
TANGGAL
PERJALANAN

NAMA KOTA
TANGGAL
PERJALANAN

Tahun 1959


Tahun 1959

Batu (Malang)
21-05-1959

Wonosobo
27-08-1959
Jember
10-06-1959

Purwokerto
05-09-1959
Bojonegoro
13-06-1959

Karanganyar
06-09-1959
Lamongan
14-06-1959

Malang
20-09-1959
Kutoarjo
15-06-1959

Karangasem (Bali)
10-10-1959
Purworejo
17-06-1959

Klungkung
11-10-1959
Cepu
19-06-1959

Sidoarjo
17-11-1959
Madiun
21-06-1959

Kutoarjo
19-11-1959
Pati
22-06-1959

Kediri
15-07-1959
Blora
23-06-1959

Tuban
16-07-1959
Kudus
24-06-1959

Tahun 1960


Mojokerto
25-06-1959

Demak
17-06-1960
Madiun
09-07-1959

Mojokerto
25-06-1960



Di rumah Bapak Suyono Lumajang.  Dari kiri ke kanan : Bapak Suyono, Bapak Toekimin, Bapa Panuntun Agung Sri Gutama, Ibu Sri Pawenang dan Bapak Soekardi.

0 komentar:

Posting Komentar