SEJARAH PENERIMAAN WAHYU WEWARAH SAPTA DARMA
DAN PERJALANAN PANUNTUN AGUNG SRI GUTAMA
(BAGIAN II - BAB I)
DIKELUARKAN OLEH
SEKRETARIAT TUNTUNAN AGUNG
KEROKHANIAN SAPTA DARMA
KEROKHANIAN SAPTA DARMA
UNIT PENERBITAN
Sanggar Candi Sapta Rengga - Surokarsan MG.II/472 Yogyakarta 55151
Telepon/Fax : (0274) 375337 - Email : saptadarma@yahoo.com
Sanggar Candi Sapta Rengga - Surokarsan MG.II/472 Yogyakarta 55151
Telepon/Fax : (0274) 375337 - Email : saptadarma@yahoo.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai budaya spiritual merupakan warisan Bangsa Indonesia. Sebagai kebudayaan rohaniah, Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah lama dihayati oleh nenek moyang Bangsa Indonesia. Religi yang menjadi ciri utama dari kebudayaan spiritual itu telah berakar dari kebudayaan nenek moyang kita jauh sebelum agama-agama yang ada dan diakui di Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai budaya spiritual adalah merupakan bagian dari kebudayaan nenek moyang kita dan telah lama menunjukkan eksistensinya.
Konsep Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah keyakinan dan pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri. Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah menjadi dasar bagi perilaku para penghayat dalam mendekatkan diri kepadaNya dan dalam perilaku hidup sehari-hari. Pengakuan para penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kemudian dilanjutkan dengan keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta beserta seluruh isinya yang membawa konsekuensi dan pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan para penghayat.
Penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan seluruh ciptaanNya oleh para penghayat membuat ia sadar akan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa dan seluruh isinya atau ciptaanNya. Kesadaran oleh para penghayat terhadap Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa menjadikan pula bahwa ia adalah bagian dari makhluk ciptaanNya.
Aliran kepercayaan di masyarakat menurut Jaksa Agung Republik Indonesia pada Munas HPK V tahun 1989 di Kaliurang, Yogyakarta terdiri dari :
Aliran kepercayaan masyarakat yang bersumber pada wahyu atau kitab-kitab suci yang berbentuk aliran-aliran keagamaan.
Aliran kepercayaan masyarakat yang bersumber pada budaya leluhur Bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai luhur dan telah membudaya pada masyarakat sebagai hasil penalaran daya cipta, karsa dan rasa manusia yang berwujud kepercayaan budaya meliputi aliran kebatinan, kejiwaan, Kerokhanian / Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Aliran-aliran mistik keagamaan dan atau budaya, pedukunan, para normal, peramalan, metafisika, kanuragan dan sebagainya.
Ajaran Kerokhanian Sapta Darma sebagai salah satu aliran Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa lahir di tengah-tengah masyarakat Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, di tengah situasi krisis Bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan. Turunnya Wewarah Kerokhanian Sapta Darma merupakan kehendak mutlak dari Hyang Maha Kuasa dan bukan rekayasa atau racikan orang-perorang, melainkan asli diterima oleh putra Bangsa Indonesia yaitu Bapak Hardjosopoero yang selanjutnya dikenal dengan nama / gelar Panuntun Agung Sri Gutama pada tanggal 27 Desember 1952 di Pare, Kediri, Jawa Timur.
Ajaran Kerokhanian Sapta Darma diterima secara berturut-turut dari Allah Hyang Maha Kuasa yang dimulai dari Ajaran Sujud, Ajaran Racut, Ajaran Simbul Pribadi Manusia, Wewarah Tujuh dan Sesanti. Pada saat penerimaan wahyu, nama lengkap Ajaran Kerokhanian Sapta Darma adalah “Agama Sapta Darma”, akan tetapi sejak keluarnya PENPRES No.1/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan / atau Penodaan Agama, maka nama “Agama Sapta Darma” disesuaikan menjadi “Kerokhanian Sapta Darma”.
Untuk memberikan gambaran tentang Ajaran Kerokhanian Sapta Darma mulai dari turunnya wahyu berikut sejarah penyebaran dan perkembangan secara lengkap kepada para penghayat dan masyarakat umum yang ingin mengetahui keberadaan Ajaran Kerokhanian Sapta Darma, dan atas tugas Tuntunan Agung Sri Pawenang, maka disusunlah Buku Sejarah Penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma dan Perjalanan Panuntun Agung Sri Gutama ini.
Penyusunan Buku Sejarah ini sudah dimulai sejak tahun 1989 oleh Tim Tujuh yang dibentuk oleh Ibu Sri Pawenang, sesuai dengan petunjuk yang diterima langsung oleh Ibu Sri Pawenang pada saat sujud bersama tanggal 18 Desember 1964, yaitu dalam rangka perabuan jenazah Bapak Hardjosopoero dengan gelar Panuntun Agung Sri Gutama di Krematorium Kembang Kuning Surabaya, terlihat ada “DUA BUAH BUKU TEBAL BERWARNA KUNING GADING DENGAN TULISAN BERWARNA KUNING EMAS”. Yang maksudnya merupakan suatu perintah supaya menyusun “BUKU SEJARAH PENERIMAAN WAHYU WEWARAH SAPTA DARMA DAN PERJALANAN PANUNTUN AGUNG SRI GUTAMA” .
Dalam proses penyusunan Buku Sejarah ini, Tim Tujuh mengalami beberapa kali perubahan personalia, sebagai berikut :
Tim Tujuh Tahap I (26 Pebruari 1988 s/d 28 Oktober 1989) terdiri dari :
1. K e t u a : Ibu Sri Pawenang
2. Wakil Ketua : Bapak R. W. Soegondo
3. Sekretaris I : Bapak D. Soetjipto
4. Sekretaris II : Bapak Miskandar
5. Anggota : Bapak Soepangat Sosrowimpoeno
6. Anggota : Bapak R. Soetardjo HKS
7. Anggota : Bapak Drs. Sawino Dipowerdojo
Oleh karena Bapak Drs. Sawino Dipowerdojo mengundurkan diri, maka Tim Tujuh Tahap II (28 Oktober 1989 s/d 24 Mei 1996) dilengkapi dengan susunan personalia sebagai berikut :
1. K e t u a : Ibu Sri Pawenang
2. Wakil Ketua : Bapak R. W. Soegondo
3. Sekretaris I : Bapak D. Soetjipto
4. Sekretaris II : Bapak Miskandar
5. Anggota : Bapak Soepangat Sosrowimpoeno
6. Anggota : Bapak R. Soetardjo HKS
7. Anggota : Bapak W. Setyoatmodjo, BA
Sepeninggal Ibu Soewartini Martodihardjo, S.H. yang bergelar Sri Pawenang pada tanggal 24 Mei 1996, maka dalam Sarasehan Agung Tuntunan tahun 1999, Bapak Soedono Poerwodihadjo, S.H. ditetapkan sebagai Tuntunan Agung Kerokhanian Sapta Darma. Lalu beliau membentuk Tim Sembilan Tahap I (1 Januari 2000 s/d 1 Pebruari 2002) yang ditugasi melanjutkan penyusunan Buku Sejarah ini, dengan susunan personalia sebagai berikut :
1. K e t u a : Bapak Saekoen Partowijono
2. Wakil Ketua : Bapak Drs. Sawino Dipowerdojo
3. Sekretaris I : Bapak Tarmudji Djoharianto
4. Sekretaris II : Bapak W. Setyoatmodjo, BA
5. Anggota : Bapak Oesodo Ngari Erfan
6. Anggota : Bapak Soepangat Sosrowimpoeno
7. Anggota : Bapak I Wayan Surya Sukanta, S.H, M.H.
8. Anggota : Bapak Purboyo HS
9. Anggota : Bapak Sugiatmodjo
Oleh karena meninggalnya Bapak Soepangat Sosrowimpoeno, maka Tim Sembilan Tahap II (1 Pebruari 2002 s/d 12 Maret 2003) dilengkapi dengan susunan personalia sebagai berikut :
1. K e t u a : Bapak Saekoen Partowijono
2. Wakil Ketua : Bapak Drs. Sawino Dipowerdojo
3. Sekretaris I : Bapak Tarmudji Djoharianto
4. Sekretaris II : Bapak W. Setyoatmodjo, BA
5. Anggota : Bapak Oesodo Ngari Erfan
6. Anggota : Bapak I Wayan Surya Sukanta, S.H, M.H.
7. Anggota : Bapak Purboyo HS
8. Anggota : Bapak Sugiatmodjo
9. Anggota : Bapak Oeyoso
Oleh karena meninggalnya Bapak Drs. Sawino Dipowerdojo, maka Tim Sembilan Tahap III (12 Maret 2003 s/d 5 Pebruari 2010) dilengkapi dengan susunan personalia sebagai berikut :
1. K e t u a : Bapak Saekoen Partowijono
2. Wakil Ketua : Bapak Tarmudji Djoharianto
3. Sekretaris I : Bapak W. Setyoatmodjo, BA
4. Sekretaris II : Bapak Oesodo Ngari Erfan
5. Anggota : Bapak I Wayan Surya Sukanta, S.H, M.H.
6. Anggota : Bapak Purboyo HS
7. Anggota : Bapak Sugiatmodjo
8. Anggota : Bapak Oeyoso
9. Anggota : Bapak Rakimin Adiwinarno
Oleh karena meninggalnya Bapak Rakimin Adiwinarno, maka Tim Sembilan Tahap IV (5 Pebruari 2010 s/d sekarang) dilengkapi dengan susunan personalia sebagai berikut :
1. K e t u a : Bapak Saekoen Partowijono
2. Wakil Ketua : Bapak Tarmudji Djoharianto
3. Sekretaris I : Bapak W. Setyoatmodjo, BA
4. Sekretaris II : Bapak Oesodo Ngari Erfan
5. Anggota : Bapak I Wayan Surya Sukanta, S.H, M.H.
6. Anggota : Bapak Purboyo HS
7. Anggota : Bapak Sugiatmodjo
8. Anggota : Bapak Oeyoso
9. Anggota : Bapak Ngurah Gordha
Tim Sembilan inilah yang menyelesaikan penyusunan “BUKU SEJARAH PENERIMAAN WAHYU WEWARAH SAPTA DARMA DAN PERJALANAN PANUNTUN AGUNG SRI GUTAMA” , hingga ke tahap pencetakan akhir.
1.2. DASAR HUKUM
Eksistensi Kerokhanian Sapta Darma sebagai bagian dari Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa secara legal mempunyai payung hukum yang kuat, yaitu :
Dasar Negara Pancasila;
Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 29 ayat (2) dan pasal 28 E ayat (1) dan ayat (2);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 2 dan Penjelasan Umum;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Pasal 1;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 4 dan pasal 2;
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, pasal 18;
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pasal 58 ayat (2) h; pasal 64 ayat (2) dan pasal 105; serta Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007.
Surat Keputusan Bersama Mentri Dalam Negeri dan Mentri Kebudayaan dan Pariwisata; No. 43 Tahun 2009 dan No. 41 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
1.3. TUJUAN PENYUSUNAN
Tersedianya fakta sejarah penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma dan Perjalanan Panuntun Agung Sri Gutama.
Memberikan arah, pegangan, pedoman, petunjuk bagi Warga Kerokhanian Sapta Darma dalam upaya memahami, menghayati dan mendalami serta mengamalkan ajaran.
Mengenang kepeloporan dan jasa-jasa Bapa Panuntun Agung Sri Gutama dan Ibu Sri Pawenang dalam mengembangkan ajaran.
Sebagai inspirasi perjuangan bagi warga dan tuntunan dalam upaya melestarikan dan menjaga kemurnian Ajaran Kerokhanian Sapta Darma.
0 komentar:
Posting Komentar